Insecure, boleh?
Insecure, boleh?
Abad 20 merupakan awal
dari perkembangan hidup dua orang pasangan yang memulai hidup baru. Berawal
dari Kota Yogyakarta, menyelesaikan studinya di sana, memiliki keturunan hingga
merantau ke Kota Patriot. Kedua pasangan dengan anak satu itu menjadi keluarga
kedua yang tinggal di wilayahnya saat itu. Pada tahun 2002, seorang ibu dengan
susah payah dan bertaruh dengan nyawanya demi melahirkan seorang anak.
Perkenalkan, aku Dylan dan aku dilahirkan dari seorang ibu yang kuat. Aku
pernah diceritakan oleh ibuku, katanya di antara dua saudara yang aku miliki,
aku adalah anak yang paling sakit saat dilahirkan dari rahim ibuku. Pernyataan
itu selalu terpintas dalam pikiranku dan selalu menjadi alasan aku untuk tidak
menyakiti perasaannya.
Sejak aku kecil, orang tuaku
selalu membiasakan aku dengan hal-hal yang baik, aku percaya tidak hanya orang
tuaku saja yang seperti itu, tetapi orang tua yang lain juga pasti mendidik hal
yang sama seperti apa yang dilakukan oleh orang tuaku. Kebiasaan-kebiasaan
kecil yang dilakukan sejak dahulu secara tidak sadar membentuk karakter kita.
Saat aku menduduki kelas 5, aku menjadi korban bullying di sekolah. Aku
dimusuhin oleh hampir semua angkatan atas. Saat itu, aku belum berpikir
aneh-aneh, mungkin faktor aku belum pubertas jadi aku hanya berpikir itu semua
hanyalah candaan. Belum kenal yang namanya merawat diri, belum tahu mana yang
baik dan mana yang salah, setiap hari waktuku hanya dihabiskan dengan bermain
dengan teman-teman. Saat aku masuk SMP-pun (Sekolah Menengah Pertama) aku juga
menjadi korban bully ketika ospek. Konteks bully di sini berbeda dengan apa
yang aku alami saat SD (Sekolah Dasar), saat ospek aku difitnah
menjelek-jelekkan nama sekolah, faktanya tidak sama sekali. Ketika aku meminta
bukti yang mendukung terkait aku menjelekkan nama sekolah kepada
kakak-kakaknya, mereka tidak dapat mencari buktinya. Padahal logikanya, aku
tidak akan mungkin mendaftar jadi siswa di suatu sekolah yang memang tidak aku
suka. Kala itu, aku tidak pernah memikirkan masalah yang sudah terjadi, aku
selalu menjalani hidup aku dengan senang dan tanpa beban pikiran apapun.
Semua berubah ketika aku
menduduki SMA (Sekolah Menengah Atas), zaman di mana aku aku sudah memiliki
banyak pikiran. Mungkin itu semua disebabkan karena masa SMA merupakan masa
peralihan buat kita semua. Banyak hal yang harus diprioritaskan, kita juga
harus mampu menyusun waktu kita supaya tidak berantakan, dan masih banyak lagi.
Masa SMA tidak hanya melulu memikirkan tugas dan kehidupan di sekolah, tetapi
kita juga pasti memikirkan tentang diri sendiri. Pernahkah ada pikiran yang
terlintas di pikiran kalian, kenapa orang lain lebih pintar, ya? Kenapa orang
lain lebih keren, ya? Kenapa orang lain lebih baik, ya? Pasti pernah, aku pun
saat itu juga banyak sekali kepikiran akan hal itu, fenomena ini dikenal dengan
insecurities.
Menurutku, insecure itu tidak selalu membawa dampak yang buruk untuk seseorang
karena itu semua tergantung bagaimana cara kita menghadapinya. Buatku sendiri, insecure membawa dampak sangat bagus
dikehidupan aku. Bukan berarti aku tidak cinta sama diri sendiri lho! Saat pertama kali pelajaran
dimulai, aku melihat banyak teman-teman yang aktif di dalam kelas. Hal itu
membuat diriku sangat takut, aku takut tidak bisa berkembang di lingkungan
kelas, aku takut tidak memiliki teman karena aku tidak dapat memberikan manfaat
buat mereka. Namun, aku tidak hanya diam saja, aku mencari jalan keluar supaya
aku bisa aktif, supaya aku berani bicara di depan kelas. Tidak hanya itu,
terkadang aku juga pernah merasa bahwa diriku jelek, badanku saat itu juga gemuk,
tetapi aku juga mencari cara supaya aku bisa mengurangi tinkgat ketidaktampanan
itu (paling tidak). Jadi, dapat disimpulkan bahwa mencari solusi dari sebuah
permasalahan diri itu merupakan cara kita untuk sayang dan paham sama diri
sendiri. Ketika aku insecure sama
orang, aku bisa sadar dan paham di mana kurangnya? Aku jadi dapat memperbaiki
kekurangan aku karena aku sayang sama diri aku sendiri.
Selanjutnya, membicarakan
persoalan tentang memahami, menerima, dan menyayangi diri sendiri tidak jauh
dari kata bersyukur. Mungkin ini sudah terlalu umum, tapi ya bentuk sayang sama
diri sendiri itu tidak lain dan tidak bukan dengan cara bersyukur. Ada banyak
cara bersyukur, misalnya kalo kita bisa menguasai atau mampu dalam suatu bidang,
lalu kita tidak pelit ilmu, itu juga termasuk dalam bersyukur. Contoh lain,
misalnya kita punya rezeki yang lebih, lalu kita mentraktir teman-teman kita,
itu juga merupakan bagian dari bersyukur.
Hidupku jadi jauh terasa lebih
baik ketika aku mampu untuk memahami dan menerima diriku sendiri. Memahami
dalam artian aku tahu apa yang aku butuhkan dan menerima dalam artian aku bisa
menerima kekuranganku. Dengan menerima keadaan kita sekarang, kita juga akan
terhindar dari energi negatif. Kita perlu tahu, apa yang kita pikirkan dapat
menyugesti pikiran orang lain pula. Ketika kita berpikir bahwa diri kita baik
dan kita sayang dengan diri sendiri, orang lain juga akan mengikutinya,
begitupun sebaliknya. Mulai saat ini, jika ada pikiran negatif yang terlintas
dari pikiran kita, cari jalan keluarnya dan bikin semua keinginanmu menjadi
nyata. Percayalah ketika kita sudah mampu melakukan apa yang kita inginkan,
kita akan kagum sama diri kita sendiri dan kita juga akan sayang sama diri kita
sendiri.
Komentar
Posting Komentar